Selasa, 31 Mei 2011

revolusi sektor jasa dan karakteristik jasa

Dalam bahasa “Pemasaran” produk berarti segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yang didalamnya terdiri barang secara fisik, jasa, dan konsep. Jadi dalam setiap produk terkandung kombinasi dari 3 hal tersebut. Sebuah komputer misalnya, maka barang secara fisiknya adalah monitor, CPU, keybord. Unsur jasanya adalah jasa tentang bagaimana cara penggunaan komputer, jasa pelatihan program komputer, dan jasa perawatan komputer. Sedangkan unsur konsepnya adalah dengan menggunakan komputer maka dapat membuat program dengan cepat, menghitung dengan cepat, menulis dengan cepat, dan fasilitas-fasilitas lain yang jauh lebih memudahkan.
Dalam pembagian yang ditinjau dari dapat tidaknya dilihat/diraba atau menurut wujudnya, produk terbagi menjadi dua yaitu barang dan jasa. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas mengenai jasa, khususnya bagaimana peluang bisnis sektor ini berkembang di masyarakat.
Menurut Philip Kotler, jasa dapat didefinisikan  sebagai “Setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikian sesuatu”.
 Di Indonesia, industri jasa sangat beragam,  bila dikaitkan dengan siapa penyelenggara dari sektor jasa, maka dapat dikelompokkan kedalam empat sektor utama , yaitu :
1.     Sektor pemerintah
Seperti kantor pos, kantor pelayanan pajak, kantor polisi, rumah sakit, sekolah, bank pemerintah
2.    Sektor nirlaba  swasta
Seperti sekolah, universitas, rumah sakit, yayasan
3.    Sektor bisnis
Seperti, perbankan, hotel, perusahaan asuransi, konsultan, transportasi, 
4.    Sektor manufaktur
Seperti akuntan, operator komputer,  penasihat hukum, arsitek

Karakteristik Jasa

Jasa memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dari barang, dan berdampak pada cara memasarkannya. Karakteristik tersebut meliputi :
1.     Intangibiliity
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu obyek, alat atau benda maka jasa adalah suatu  perbuatan, pengalaman, proses, kinerja (performance). Oleh karena itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar,  atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Implikasi bagi konsumen, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi, dan merasakan resiko yang lebih besar dalam keputusan pembeliannya, karena :
o   Terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yg bisa dievaluasi sebelum pembelian dilakukan. Untnk barang, konsumen dapat menilai bentuknya, warna, modelnya sebelum membelinya. Namun utk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diterima konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa tesebut dikonsumsi.
o   Jasa biasanya mengandung unsur experience quality, adalah karakteristik yang dapat dinilai setelah pembelian, seperti kualitas, efisiensi dan kesopanan. 
o   Dan credence quality, adl karakteristik yang sulit dinilai, bahkan  setelah pembelian dilakukan. Misal, seseorang sulit menilai peningkatan kemampuan bahasa inggrisnya setelah mengikuti kursus pada periode tetentu.
Intangibiliity /intangibilitas jasa:
Adanya karakteristik  Intangibiliity /intangibilitas pada jasa ini menyebabkan konsumen :

o   Sulit mengevaluasi berbagai alternatif penawaran jasa
o   Mempersepsikan tingkat resiko yang tinggi
o   Menekankan pentingnya sumber informasi informal
o   Menggunakan harga sebagai dasar penilaian kualitas.
Melihat beberapa kesulitan yang akan dihadapi konsumen tersebut, manajemen perlu segera merespon dengan beberapa kebijakan seperti :
o   Mereduksi kompleksitas jasa
Kesulitan dalam memajang jasa dan mendiverensiasikan jasa inovasi jasa sukar dipatenkan
o   Penekanan petunjuk fisik (tangible cues)
          Memfasilitasi rekomendasi dari mulut ke mulut
o   Fokus pada kualitas jasa
2.    Inseparability

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa dijual lebih dulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
implikasi :
o   interaksi antara produsen dan konsumen merupakan faktor penting yang menentukan kepuasan konsumen
o   karena waktu terjadi  proses produksi ada konsumen lain yang berada disitu, maka perilaku mereka akan mempe-ngaruhi thd jasa yang diberikan.
o   perkembangan atau pertumbuhan jasa sulit diwujudkan
o   Implikasi bagi penyedia jasa :
o   Melatih agar staf dapat berinteraksi secara efektif
o   Mencegah agar konsumen tidak meng-ganggu konsumen lain, missal antara perokok dengan yang tidak perokok
Pertumbuhan dapat difasilitasi dengan pelatihan, fasilitas yg bisa melayani pelanggan yg lebih besar, bekerja lebih cepat
3.    Variability/heterogeneity
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pd siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi .
Variabilitas kualitas jasa tergantung :
1. Kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa
2.    Moral/motivasi karyawan dlm mela-yani pelanggan
3.    Beban kerja perusahaan
Pengurangan dampak variabilitas kuali-tas jasa melalui strategi :
1. Berinvestasi dalam seleksi, motivasi, dan pelatihan karyawan agar karyawan mematuhi prosedur stan-dar dan menangani permintaan yang unpredictable
2.    Melakukan service customization, artinya meningkatkan interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan shg jasa yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
4.    Perishability
berarti jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Bila permintaan bersifat konstan, kondisi tersebut tidak menyebabkan masalah. Namun kenyataanya permintaan thd jasa sangat fluktuasi. Kegagalan mela-yani pada permintaan puncak, akan menyebabkan ketidakpuasan pelanggan. Dalam manajemen permintaan alter-natif yang bisa digunakan :
·         Mengurangi permintaan pada periode permintaan puncak, dengan menerapkan differential pricing.
·         Meningkatkan permintaan pada periode permintaan sepi, dengan cara menurunkan harga
·         Menerapkan system antrian, shg pelanggan harus menunggu untuk dilayanai
5.    Lack of ownership

Pada pembelian barang konsumen memili-ki hak penuh atas produk yg dibelinya.
Pada pembelian jasa, pelanggan hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu tertentu.



Perkembangan perekonomian indonesia

  • Periode Pra Kemerdekaan
Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini.
1.     Masa Pendudukan Belanda
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
1.     Hak mencetak uang
2.     Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3.     Hak menyatakan perang dan damai
4.     Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5.     Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Selain VOC, Belanda juga memberlakukan sistem Culturstelstel (sistem tanam paksa). Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sistem ini menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor).
Selain VOC dan Cultur Stelstel, pemerintah Belanda juga memberlakukan sistem ekonomi pintu terbuka yang mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan agraria yang baru, antara lain, mengatur penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75th dan aturan tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh.
Pada akhirnya sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi menambah penderitaan.
2.     Masa Pendudukan Inggris
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan
Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stanford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang impor dari India.
Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang hanya seumur jagung di Hindia Belanda.
Hal itu disebabkan :
0.     Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
1.     Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-menurun.
3.     Masa Pendudukan Jepang
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
  • Periode Kemerdekaan
1.     Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi (keuangan) Indonesia pada masa awal kemerdekaan amat buruk. Penyebab ini antara lain:
1.             Inflasi yang sangat tinggi
2.     Berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai sekutu
3.     Adanya blokade ekonomi oleh Belanda
4.     Kas negara kosong
5.     Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
2.     Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.
3.     Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segalanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Dari penjelasan dari masa-masa pasca kemerdekaan, dapat disimpulkan bahwa sejarah perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan sangat buruk, bahkan bisa dikatakan pemerintah belum bisa menyanggah perekonomian yang terpuruk, ironisnya malah menambah kegagalan perkembangan ekonomi pada saat masa-masa tersebut.
  • Periode Orde Lama
Periode 1945-1965, ditandai oleh kekacauan perekonomian dan politik meskipun beberapa pertumbuhan ekonomi dapat disangkal memang terjadi selama bertahun-tahun. Namun, ketidakstabilan ekonomi makro, kurangnya investasi asing dan kekakuan struktural membentuk masalah ekonomi yang berhubungan erat dengan perjuangan kekuatan politik. Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia, menyukai vokal kolonialisme. Usahanya untuk menghilangkan kontrol ekonomi asing yang tidak selalu mendukung perjuangan ekonomi negara berdaulat yang baru.
‘Orde Lama’ telah lama menjadi ‘daerah hilang’ dalam sejarah ekonomi Indonesia, tetapi pembentukan negara kesatuan dan penyelesaian isu-isu politik utama, termasuk beberapa derajat konsolidasi teritorial (serta konsolidasi peran tentara) sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.
  • Periode Orde Baru
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Awal Masa Orde Baru
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun,” kata Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut.
  • Periode Indonesia Bersatu I
Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), perekonomian dunia berada pada fase ekspansi dengan tingkat rata-rata pertumbuhan mencapai 4,7%, jauh di atas rata-rata pertumbuhan lima tahun sebelumnya (1999-2003) sebesar 3,4%. Seiring dengan meningkatnya intensitas krisis keuangan global yang ditandai dengan bangkrutnya perusahaan keuangan terbesar AS Lehman Brothers, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan yang sangat tajam di penghujung tahun 2008. Dengan kondisi global yang semakin memburuk, ekonomi dunia hanya mampu tumbuh 3,4% pada tahun 2008, terendah selama kurun waktu 1980-2007. Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut sedikit di bawah perkiraan IMF pada bulan April 2008 yang semula diproyeksikan mampu tumbuh hingga 3,8%.
Di tengah terjadinya penurunan yang sangat tajam pada perekonomian global, perekonomian Indonesia masih mampu menunjukkan kinerja yang baik dan mencatat pertumbuhan 6,1% pada tahun 2008. Meski positif ternyata angka pertumbuhan tersebut tidak berkorelasi secara langsung dengan realitas kehidupan masyarakat sebenarnya. Masih tingginya angka kemiskinan diatas 15%, pengangguran yang masih dikisaran 9-10%, serta ketimpangan pendapatan yang masih 0,3% menunjukkan Indonesia masih harus melakukan pembenahan disektor-sektor ekonomi fundamental.
  • Periode Indonesia Bersatu II
Pada periode Indonesia Bersatu jilid II, pertumbuhan ekonomi 8% dipatok sebagai target yang harus dicapai. Kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Bahkan tidak hanya dalam tatanan level ekonomi makro saja.
Salah satu fokus kerja SBY-Boediono pada masa 2009-2014 adalah perbaikan ekonomi. Seperti yang kita ketahui, dengan komposisi pemegang kebijakan ekonomi 2004-2009, ekonomi Indonesia tidak dapat dikatakan stagnan, apalagi membaik. Utang luar negeri saja bertambah 400triliun (1268triliun tahun 2004 dan menjadi 1667triliun tahun 2009).
Hingga saat ini perekonomian masih kurang terealisasikan dengan adanya perombakan menteri (reshuffel) yang baru-baru ini terjadi dan pembangunan yang meningkat namun tidak diimbangi dengan kenaikan taraf hidup masyarakat.

Indonesia Bisaa

Masa Depan Ekonomi Indonesia

 
Bagaimanapun juga ekonomi Indonesia harus tetap jalan, meskipun masa depan ekonomi Indonesia sangat sulit diprediksi dan masih mengkhawatirkan. Melihat kondisi diatas maka mau tidak mau, rujukan yang harus segera di mulai adalah memperkuat APBN. Tidak bisa tidak, jika kita ingin keluar dari kemelut hutang LN syarat utamanya adalah kemandirian dalam anggaran belanja negara dan konsistensi kebijakan pemerintah. Saat sekarang memang sangat sulit terpenuhi, tapi minimal kebijakan kearah sana harus sudah di mulai. Untuk menyatakan putus hubungan dengan IMF dan Bank Dunia, Indonesia harus mampu menyediakan devisa negara yang cukup besar untuk menutup anggaran belanja negaranya.  Dan jelasnya sangat berat, karena kebijakan akan mengarah pada penggalian potensi keuangan dalam negeri disamping merampingkan anggaran atau penghematan besar-besaran. Peningkatan pajak dan dan obligasi pemerintah bisa jadi akan menjadi tumpuan. Hanya dengan cara inilah minimal ketergantungan kita terhadap IMF sedikit dapat berkurang. Namun demikian kebijakan mengali potensi dalam negeri ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Perangkat pajak yang belum berjalan efektif menjadi kendala tersendiri. Administrasi perpajakan yang belum tertata rapi menimbulkan kesimpangsiuran begitu rupa. Dana-dana yang masuk ke kas negera tidak jelas juntrungannya, disamping tidak ada mekanisme kontrol yang efektif. Kesadaran masyarakat membayar pajak masih rendah, meskipun demikian ini bukan kesalahan rakyat semata. Banyak departemen yang masih memiliki Debt Account atau lebih populer dengan dana non budgeter.  Menggali dana dalam negeri lewat instrument obligasi pemerintah juga satu alternatif, namun sayangnya sampai sekarang juga belum mampu berjalan efektif. Bahkan jika obligasi pemerintah tidak dikelola dengan baik akan menjadi boom waktu dimana bencana fiskal akan terjadi di masa datang. Apalagi dalam kaitannya dengan hutang LN. Jatuh tempo obligasi pemerintah bisa menjadi malapetaka ke dua. Pertama, meskipun re-financing dimungkinkan akan tetap memicu terjadinya lonjakan tingkat bunga pasar. Kedua, kemungkinan terjadinya ‘crowding out effect’ di sektor swasta dipasar finansial. Ketiga, dimungkinan terjadi tekanan pada APBN, sebagai akibat dari jatuh tempo pembayaran pokok hutang. Ini yang harus juga di waspadai. 
Selain itu mengerakkan roda sektor riil dalam negeri sudah harus digalakkan kembali. Untuk itu sektor riil sangat membutuhkan propaganda dan konsistensi dari pemerintah mengenai rincian kebijakan ekonomi nasional. Pelaku usaha memerlukan panduan dalam menjalankan usahanya. Tanpa kejelasan dari pemerintah, dikhawatirkan pelaku usaha mendapat kesan pemerintah mengesampingkan pelaku usaha nasional dan cenderung memperhatikan investor asing. Satu pekerjaan besar bagi pemerintahn untuk memutar sektor riil.  Akhirnya semua harus dimulai dari kesadaran betapa rentan dan berbahaya kondisi ekonomi Indonesia dimasa datang. Beban ini tidak saja ditanggung pemerintah tapi juga harus menjadi kesadaran nasional untuk tidak terjerumus kembali ke krisis ekonomi untuk kedua kalinya. Semoga!

Sabtu, 28 Mei 2011

Transformasi Industri



Transformasi mengandung makna, perubahan bentuk yang lebih dari, atau melampaui perubahan bungkus luar saja.Transformasi sering diartikan adanya perubahan atau perpindahan bentuk yang jelas, pemakaian kata transformasi menjelaskan perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal. Walaupun demikian pengertian transformasi sendiri secara konkret masih suatu wacana yang membingungkan, banyak pandangan yang berbeda dari pemakaian kata tersebut yang hanya disesuaikan dengan perspektif parsial para penggunanya.

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
         
Cabang-cabang industri meliputi :
Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:
§  Makanan dan minuman
§  Tembakau
§  Tekstil
§  Pakaian jadi
§  Kulit dan barang dari kulit
§  Kayu, barang dari kayu, dan anyaman
§  Kertas dan barang dari kertas
§  Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
§  Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
§  Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
§  Karet dan barang-barang dari plastik
§  Barang galian bukan logam
§  Logam dasar
§  Barang-barang dari logam dan peralatannya
§  Mesin dan perlengkapannya
§  Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data
§  Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
§  Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
§  Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam
§  Kendaraan bermotor
§  Alat angkutan lainnya
§  Furniture dan industri pengolahan lainnya