JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 11, NO. 1, MEI 2009: 13-20
Pengaruh
Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan,
dan
Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas
Akuntan
Publik
Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto
Trisakti
School of Management
Email:
arleen@stietrisakti.ac.id, siou_chiang@yahoo.com
ABSTRAK
Untuk mempertahankan kepercayaan dari klien dan para
pemakai laporan keuangan, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi
yang memadai. Adapun kompetensi tersebut adalah profesionalisme, pengetahuan
dalam mendeteksi kekeliruan dan pertimbangan tingkat materialitas akuntan
publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang
pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan
publik dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Data diperoleh melalui
kuisioner survei yang diisi oleh akuntan senior sampai partner yang bekerja di
Kantor Akuntan Publik. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukan bahwa profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam proses memeriksaan laporan keuangan.
Kata
kunci: Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik
dalam mendeteksi kekeliruan,etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas
akuntan publik.
PENDAHULUAN
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan
publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik
untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat
diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap
profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para
akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan
pemahaman mengenai kode etik profesi.
Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas
laporan keuangan tidak semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya,
melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para
pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki
kompetensi yang memadai.
FASB dalam Statement of Financial Accounting
Concept No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua
kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan
keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan
keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada
pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di
Indonesia.
Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk
profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran
terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan
oleh Hastuti dkk. (2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu
pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap
profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.
Selain menjadi seorang profesional yang memiliki
sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang
memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap
pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi
yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar
situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam
perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan
tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat
materialitas untuk pencapaian tujuan audit.
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian
yang dilakukan oleh Hastuti dkk. (2003). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya terletak pada (1) obyek penelitian, yaitu Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang ada di Jakarta. Dengan mengambil KAP di Jakarta sebagai obyek
penelitian diharapkan dapat merepresentasikan KAP di Indonesia karena sebagian
besar KAP big 4 dan KAP non big 4 berada di Jakarta; (2)
penambahan variabel independen, yaitu pengetahuan akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan yang diambil dari penelitian Sularso dan Na’im (1999),
dan etika profesi yang diambil dari penelitian Murtanto dan Marini (1999).
Akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya dalam melakukan
proses audit khususnya dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan. Selain pengetahuan, akuntan juga dituntut etika
dalam profesinya sehingga pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan diberikan. Sewajarnya sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin
membuktikan secara empiris pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan secara empiris?
HIPOTESIS
H1: Profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
H2: Pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
H3: Etika profesi berpengaruh secara positif
terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Profesionalisme, pengetahuan
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap
pertimbangan tingkat materialitas
METODE PENELITIAN
Obyek penelitian yang diambil adalah Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) 2008 di wilayah Jakarta dengan akuntan publik yang bekerja di KAP
dijadikan sebagai responden. Para akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman
bekerja minimal dua tahun, memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi
minimal sebagai akuntan publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang
memiliki pengalaman dalam menentukan tingkat materialitas.
Metoda sampling yang digunakan adalah convenience
sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai
kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan melalui
survai kuisioner yang dikirmkan kepada responden baik secara langsung atau
melalui contact person. Jumlah kuisioner yang dikirimkan kepada
responden sebanyak dua ratus, kuisioner yang direspon sebanyak seratus lima
puluh.
Profesionalisme
Profesionalisme merupakan sikap seseorang
profesionalisme terdiri dari dua puluh empat item instrument, seperti yang
pernah digunakan oleh Hastuti dkk. (2003), yang diukur dengan menggunakan tujuh
poin skala likert untuk mengukur tingkat profesionalisme akuntan publik.
Pengetahuan akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan
Sularso dan Na’im (1999) menyatakan akuntan yang
memiliki pengetahuan dan keahlian secara profesional dapat meningkatkan
pengetahuan tentang sebab dan konsekuensi kekeliruan dalam suatu siklus
akuntansi. Variabel pengetahuan akuntan publik ini diukur dengan menggunakan
sembilan belas item instrumen untuk mendeteksi macam–macam kekeliruan yang
terjadi dalam siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas. Pengukuran variabel
ini dilakukan dengan angka 1 dan 0, poin 1 diberikan jika jawaban responden
sesuai dengan harapan penulis dan poin 0 diberikan jika jawaban responden tidak
sesuai dengan harapan penulis.
Instrumen untuk mengukur variabel ini pernah
digunakan oleh Sularso dan Na’im (1999) dan Fahmi (2002).
Etika Profesi
Etika profesi yang dimaksud pada penelitian ini
adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan
antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan
sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari
lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional, tangung jawab,
pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik.
Terdapat delapan belas item instrumen yang digunakan
untuk mengukur etika profesi dengan tujuh poin skala likert, seperti yang
pernah digunakan oleh Murtanto dan Marini (2003).
Materialitas
Materialitas adalah besarnya penghilangan atau salah
saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang
dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut (Mulyadi 2002:158). Item instrumen yang digunakan sebanyak
delapan belas pernyataan dengan tujuh poin skala likert, seperti yang pernah
digunakan oleh Hastuti dkk. (2003).
Alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis
adalah multiple regression analysis dengan model persamaan sebagai
berikut:
Mat= β0+β1Prof+β2PAK+β3EP+β4LM+ β5Po+β6Pd+ β7G+
β8Um+ε (1)
Keterangan:
1)
Mat: Materialitas; 2) Prof: Profesionalisme; 3) PAK: Pengetahuan akuntan publik
dalam
mendeteksi kekeliruan; 4) EP: Etika profesi; LM: 5) Lama Kerja; 6) Po: Posisi;
7) Pd:
Pendidikan;
8) G: Gender; Um: Umur; ε= error term.
PEMBAHASAN
Dalam pengujian hipotesis, penelitian memasukan
variabel karakteristik responden seperti lama bekerja di KAP, jabatan
pekerjaan,tingkat pendidikan, gender dan umur yang merupakan variabel kontrol.
Tujuan memasukan variabel kontrol adalah mengendalikan hasil penelitian agar
tidak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik responden.
Statistik deskriptif dapat dilihat dalam Tabel 2 dan
hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3.
Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hasil statistik deskriptif menunjukan bahwa rata-rata
responden memberikan nilai pada variabel profesionalisme sebesar 5,420,
pengetahuan akuntan publik sebesar 0,865, etika profesi sebesar 6,004,
pertimbangan tingkat materialitas sebesar 5,327. Sedangkan untuk deviasi
standar profesionalisme sebesar 0,755, pengetahuan akuntan publik sebesar
0,179, etika profesi sebesar 0,767, pertimbangan tingkat materialitas sebesar 0,569.
Nilai minimum dan nilai maksimum yang diberikan responden untuk variabel
profesionalisme sebesar 3,05 sampai dengan 7, pengetahuan akuntan publik
sebesar 0,24 sampai dengan 1, etika profesi sebesar 3,29 sampai dengan 7, pertimbangan
tingkat materialitas sebesar 3,44 sampai dengan 6,81.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk menguji pemenuhan syarat regresi.
Hasil uji asumsi klasik menunjukan bahwa semua asumsi terpenuhi yang dapat
dilihat pada Tabel 3. Selain uji asumsi klasik, model regresi yang diajukan memenuhi
kelayakan model terlihat dari nilai F8,136 sebesar 7,647 dengan p-value 0,000,
artinya model regresi merupakan model yang baik guna dipakai dalam
enyederhanaan dunia nyata.
Hasil pengujian hipotesis satu terlihat pada koefisien
profesionalisme yang bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di
bawah 0,05 (p=0,004) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis satu
terbukti. Hasil pengujian hipotesis satu menunjukkan bahwa tingkat
profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas. Terbuktinya hipotesis satu konsisten dengan hasil penelitian
Hastuti dkk. (2003) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi
profesionalisme akuntan publik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada koefisien
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan yang bernilai positif
(0,613) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,01) yang
terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis dua terbukti. Hasil pengujian
hipotesis dua menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas.
Terbuktinya hipotesis dua konsisten dengan hasil penelitian
Noviyani dan Bandi (2002) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian hipotesis tiga terlihat pada koefisien
etika profesi yang bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-value di
bawah 0,05 (p=0,002) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis tiga
terbukti. Hasil pengujian hipotesis tiga menunjukkan bahwa etika profesi
berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
Terbuktinya hipotesis tiga konsisten dengan hasil penelitian Agoes (2004) yang
memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi akuntan publik metaati kode etik
semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
Berdasarkan Tabel 3, hasil penelitian ini tidak
terpengaruh oleh karakteristik dari responden, yaitu lama kerja dan posisi
dalam Kantor Akuntan Publik, tingkat pendidikan, gender dan umur.
Terbuktinya hipotesis satu, dua dan tiga tidak terpengaruh oleh karakterisitik-karakteristik
tersebut.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini mendukung semua hipotesis dan
konsisten dengan penelitian Hastuti dkk. (2003). Hasil temuan ini
mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi
tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi
kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan.
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi
Kantor Akuntan Publik dalam meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan
meningkatkan profesionalisme akuntan publik, memberikan pengetahuan yang
memadai bagi akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan meningkatkan rasa
kepatuhan terhadap etika profesi dalam setiap pelaksanaan proses audit atas
laporan keuangan sehingga dapat dihasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas.
Bagi akuntan publik, menjadi sumber tambahan informasi bagi pertimbangan
tingkat materialitas dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan klien,
sehingga dapat meningkatkan prestasi dan kualitas audit serta dapat menambah
pengetahuan serta pengalaman akuntan publik tersebut dan meningkatkan rasa
kepatuhan terhadap etika profesi sebagai seorang akuntan publik.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang
perlu diperhatikan untuk penelitian berikutnya, yaitu penggunaan kuisioner
dalam pengumpulan data mengenai pengaruh profesionalisme, pengetahuan auditor
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan mungkin akan berbeda apabila
data diperoleh melalui penyampaian tatap muka langsung terhadap responden.
Kedua, penelitian ini hanya menguji pengaruh
profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan. Terakhir, pemilihan sampel dengan menggunakan teknik convinience
sampling karena kemudahan dalam mendapatkan sampel sehingga kurang
merepresentasikan populasi. Selain itu, pemilihan sampel yang hanya berlokasi
di Jakarta mudah dijangkau kemungkinan akan memberikan kesimpulan yang tidak
dapat digeneralisasi untuk lokasi
lainnya. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah (1) menyebarkan
kuisioner dengan metoda wawancara atau terlibat tatap muka langsung dengan
responden; (2) variabel penelitian dapat dikembangkan dengan menambah variabel
lain mengenai kualitas audit, pengalaman akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan untuk menunjukkan apakah terdapat pengaruh terhadap pertimbangan
tingkat materialitas dan risiko audit atau bisa melakukan uji beda dengan
menggunakan sampel KAP Big Four dan Non Big Four; dan (3)
menambah jumlah sampel dan memperluas lokasi pengambilan sampel tidak hanya di
Jakarta saja.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S.
(2004). Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik.
Jakarta: LPFE-UI.
Arens, A.A., RJ.
Elder, M.S. Beasley. (2005). Auditing and Assurance Services, an Intergrated
Approach, Prentice Hall, Pearson.
Fahmi, M.
(2000). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dalam Mendeteksi
Kekeliruan. Skripsi. Jakarta: Trisakti School of Management.
Hastuti, T.D.,
S.L. Indriarto dan C. Susilawati. (2003). Hubungan antara Profesionalisme
dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan
Keuangan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober,
hlm.1206–1220.
Institut Akuntan
Publik Indonesia. (2008). Directory 2008 Kantor Akuntan Publik dan Akuntan
Publik. Jakarta.
Lekatompessy,
J.E. (2003). Hubungan Profesionalisme dengan konsekuensinya: Komitmen
Organisasional, Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Keinginan Berpindah (Studi Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, Vol.5, No.1,April, hlm.69–84.
Mulyadi. (2002).
Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Murtanto dan
Marini. (2003). Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan
Mahasiswi Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan, Prosiding
Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm.790–805.
Noviyani, P. dan
Bandi. (2002). Pengaruh Pengalaman dan Penelitian terhadap Struktur Pengetahuan
Auditor tentang Kekeliruan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi V,
September, hlm.481–488.
Sularso, S., dan
Ainun N. (1999). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dan Penggunaan
Intuisi dalam Mendeteksi Kekeliruan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.2,
No.2, Juli, hlm.154–172.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar