• Nama/NPM : Agustina Sapriyani /20210346
Cyntia Citra Ramadani /28210869
Ni Wayan Kristi Gayatri /24210953
Rafael Yoab / 25210534
R. Syah Putra Alam /25210485
Rissa Dwi Rizqia /26210057
• Kelas : 2EB05
Judul : Pemberdayaan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dalam Memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
Pengarang : Idham Bustamam
Abstrak
Pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam penelitian ini, hanya berdasar pada
fakta di lapangan, bagaimana koperasi dan UKM memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual nya,
dan seberapa jauh pemerintah memberikan promosi tersebut untuk
lembaga yang bersangkutan, sehingga
informasi yang diterima oleh koperasi dan UKM untuk perusahaan adalah sama. Rendahnya minat untuk
memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual menyebabkan rendahnya minat
untuk mendaftarkan perusahaan mereka
dan ketidak inginan untuk membayar biaya
di luar bisnis. Responden sangat ingin menunggu informasi
tetntang promosi Hak
Kekayaan Intelektual dari Pemerintah
atau
instansi terkait.
Kata
kunci : “Perlu Penyuluhan”
Pendahuluan
Dalam era
globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdagangan internasional batas negara
boleh dikatakan hamper tidak ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati
kesepakatan internasional di bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan
lain sebagainya harus
tunduk kepada
kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap negara tidak dapat lagi melindungi
perekonomiannya dengan kebijakan tarif maupun
fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Indonesia telah mengikrarkan
ikut dalam organisasiperdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) denganmengesahkan
keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun1997.
Dalam era
tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun
perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih
professional dan efisien itulah yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di
pasar. Koperasi, usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan mendapatkan
Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Hadle (garmen) di Cempaka Putih
dengan merek “Supramanik”, Atikah (garmen) di Jawa dengan merek “Dewi Bordir”,
PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di Bandung dengan merek “Lambang Kencana”, dan
Endjang Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat dengan merek “Pramanik”. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha
Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995 Pemerintah
menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud pasal
6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan
untuk:
1).
Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan
mengupayakan
terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2).
Memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
Di bidang
Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61
menyebutkan antara lain: “Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim
kondusif yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1).
Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2).
Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadiKoperasi yang
sehat, tangguh dan mandiri;
3).
Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi
dengan badan usaha lainnya;
4). Memberdayakan
Koperasi dalam masyarakat.
Berbagai kebijakan
tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan
berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim,
baik untuk Koperasi dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya
Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”.
Undang-Undang ini dikenal dengan sebutan undangundang merek dan merupakan
perubahan tentang ketentuan yang mengatur tentang merek sejak zaman kolonial
dahulu yang disebut “Reglement Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No.
21 Tahun 1961 menganut sistem “Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan
hukum terhadap hak atas merek yang diberikan kepada pemakai merek pertama. Di
dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut dirasakan masih kurang tepat karena
belum menggambarkan/mengikat kepastian hukum, oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Ada perbedaan
yang sangat menyolok pada Undang-Undang No.19 Tahun 1992 menganut sistem “Konstitutif”
yang lebih menjamin kepastian hukum karena perlindungan hukum hak atas merek
diberikan kepada pendaftar pertama. Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun
1992, 3 yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi Undang-Undang
merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001.
2. Rumusan
Masalah
Kalau dilihat
dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi permasalahan sebagai
berikut :
1).
Sejauhmana sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk
memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2).
Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga pemerintah
yang terkait.
3).
Sejauhmana hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
selaku pemanfaat HaKI.
3. Tujuan dan
Manfaat
1).Tujuan
dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
- Seberapa
minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah.
- Faktor-faktor
penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI)
bagi koperasi, Usaha Kecil danMenengah.
2). Manfaat hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta
KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan yang akan datang.
4. Ruang
Lingkup Penelitian
Ruang lingkup
penelitian meliputi :
1). Gambaran
produk-produk yang dihasilkan KUKM
2).
Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas yang menangani
HaKI
3).
Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi,Usaha Kecil dan Menengah.
II.
GAMBARAN UMUM
1. Merk
Dalam UU No.
15 Tahun 2001 “Merek” adalah tanda yang berupa gambar,nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Merek
merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi
hidupnya misal saja untuk makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV,radio,
kulkas, AC dan alat rumah tangga lainnya.
Dalam
Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan
Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)”.
2.
Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Di Indonesia
kelihatannya HaKI kurang diminati
oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya
pembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya.
Hal tersebut disebabkan kultur masyarakat yang
beranggapan memperbanyak karya
intelektual dengan mempromosikan karya tersebut tidak
perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk
juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban
usaha saja. Persepsi yang
kurang tepat ini perlu diluruskan dengan sosialisasi dibidang HaKI yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional
termasuk dalam hal merek.
3.
Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa yang paling sering terjadi adalah pemalsuan merk dagang. Sengketa
penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana,
disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek
dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan
dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis
dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE
PENELITIAN
1. Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung. Karakteristik produk dari keempat propinsi
sampel antara lain, Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan produksi mandau
(golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas dari manik. Kalimantan
Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti anyamanyaman tikar dari rotan yang
disebut tikar lampit dan kursi rotan. Kalimantan Timur cukup terkenal dengan
sarung Samarinda, tas dan sarung pensil manik, bengkel bubut pembuatan kipas
kapal. Propinsi Lampung kerajinan rumah tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik
singkong, keripik pisang dan makanan-makanan kecil lainnya.
2. Populasi
Penelitian
Dari empat
propinsi yang diteliti maka data-data diambil sebagai berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota
berarti daerah survey 12 kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya
5 koperasi dan 5 usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60 koperasi,
dan 60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yang diperoleh 120
koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
3. Penarikan
Sampel
Penelitian
ini mempergunakan teknik antara lain :
a. Field Work
Research
Penelitian
langsung ke lapangan tempat obyeknya (observasi).
b. Library
Research
Pengamatan
deskriptif diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan
yang berhubungan dengan materi penelitian.
Pembahasan
1.
Karakteristik Pengusaha
1). Persepsi
Dan Pemanfataan HaKI
Dari hasil
survei lapangan diketahui bahwa 100,00% responden menyatakan pernah mendengar
tentang HaKI. Penyuluhan yang telah
diperoleh yaitu, dari instansi terkait (pembina) hanya 18,75%, melalui media
massa 5,00%, dan melalui pengusaha 76,25%. Pemahaman tentang HaKI, dari
responden yang mengatakan mamahami 30,00%, dan yang tidak paham HaKI 70,00%.
Guna kemajuan usaha telah pula diperoleh informasi yang jelas, bahwa responden
mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan 75,00%, dan yang mengatakan
terhambat jalannya 25,00% (tabel 1).
Dari
data-data yang telah diperoleh bahwa penyuluhanpenyuluhan tentang arti dan
pentingnya HaKI perlu ditingkatkan secara kontinu dari pemerintah.
2). Minat
Mendapatkan HaKI
Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah yang mengatakan berminat mendapatkan HaKI sebesar
2,25%, kurang minat 52,50%, dan tidak berminat akan HaKI sebesar 45,25%. Kalau mendapatkan
HaKI dalam bentuk paten sebesar 52,50%, dan bentuk merek 47,50% (tabel 2).
Para
pengusaha mengatakan bahwa belum sepenuhnya tahu mengurus administrasi HaKI.
Disamping itu modal usaha yang dimiliki masih relatif kecil dengan teknologi
sederhana.
3). Pemilikan
HaKI Dan Produk Usaha
Hasil survei
mengatakan bahwa apabila memperoleh HaKI dipergunakan untuk usaha sendiri
sebesar 100,00%. Sedangkan produk yang akan didaftarkan adalah hasil temuan
sendiri 82,50%.
Produk
mendapatkan HaKI adalah produk yang tidak memiliki saingan 77,50%, (tabel 3).
Pengusaha sebagai responden, usaha yang dikelola umumnya usaha turun temurun
dan telah ditekuni berpuluh-puluh tahun.
4). Penyuluhan
dan Biaya Mendapatkan Informasi
Hasil survei
menggambarkan bahwa tidak ada biaya bila mencari sendiri sebesar 40%. Dapat
dirinci sebagai berikut: Kaltim 30,00%, Kalsel 35,00%, Kalteng 45,00%, dan
Lampung 50,00%. Apabila mencari dan mendengar dari orang lain maka responden
merasa kurang yakin kebenarannya, rata-rata jawaban responden 35,00%. Dapat
dirinci sebagai berikut: Kalsel 25,00%, Kalteng 30,00%, Kaltim 45,00%, dan
Lampung 40,00%. Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait yang
berwenang memberikan penyuluhan lebih menguntungkan
menurut
responden, rata-rata 33,75%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel 45,00%,
Kalteng 30,00%, Kaltim 20,00%, dan Lampung 40,00%. Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi
terkait, selain jelas penyuluhan diperoleh, dan juga kemudahan pemanfaatannya,
rata-rata responden memberikan pendapatnya sebesar 55,00%. Adapun rinciannya
sebagai berikut: Kalsel 75,00%, Kalteng 35,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung
60,00%,(tabel 4).
5). Biaya
Pengurusan HaKI
Jumlah biaya
yang dikeluarkan untuk mengurus HaKI cukup besar, dan beragam untuk tiap daerah.
Dari daftar pertanyaan yang disampaikan, seluruhnya menjawab, ya
(100,00%).
Untuk administrasi dijawab rata-rata 57,25%, untuk pendaftaran rata-rata
30,50%, biaya lain-lain di jawab 52,50% (tabel 5). Kalau dirinci propinsi
sampel bahwa memang ada biaya dikeluarkan, dapat disampaikan jawaban sebagai
berikut: Biaya administrasi daerah responden Kalsel 50,00%, Kalteng 72,00%, Kaltim
32,00% dan Lampung 75,00%. Biaya pendaftaran Kalsel 50,00%, Kalteng 23,00%,
Kaltim 24,00%, dan Lampung 25,00%.
Biaya lain-lain
Kalsel 75,00%, Kalteng 55,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 30,00%.
Dari hasil
pengamatan lapangan, indikasi tentang keengganan pengusaha untukmengeluarkan
biaya pengurusan HaKI. Apabila modal kerja dikeluarkan bukan untuk membiayai usaha
perusahaan, dikhawatirkan kegiatan usaha akan terganggu.
6). Keuntungan
Memiliki HaKI
Dari jawaban
responden diketahui bahwa 42,00% menyatakan bahwa pemilikan HaKI memberikan
keuntungan. Kalau dijabarkan secara rinci per propinsi adalah sebagai berikut:
Memberikan keuntungan,
Kalsel 60,00%, Kalteng 40,00%, Kaltim 40,00% dan Lampung 30,00%. Tidak
memberikan keuntungan, Kalsel 40,00%, Kalteng 60,00%, Kaltim 60,00%, dan
Lampung 70,00%.11 Keuntungan produksi mendapatkan jaminan rata-rata 48,25%,
nilai komersilnya naik menjawab 29,25%, mendapatkan kepuasan moral 3,75%, dan
dapat dijual belikan menjawab 18,75%(tabel 6).
2. Faktor
Mempengaruhi Mendapatkan HaKI
1). Permohonan
Dan Biaya HaKI
Persyaratan
pengajuan permohonan untuk mendapatkan HaKI telah ditetapkan oleh Departemen Hukum
Dan HAM Cq. Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun
Merek. Permohonan
administrasi sebagai berikut:
- Pemohon
langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen HaKI di Jakarta.
- Mengoreksi
salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI melalui Tim.
- Permohonan
ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup memakan waktu.
- Pembayaran
biaya permohonan, rekening nomor 311928974 BRI Cabang Tangerang atas nama
Direktorat Jenderal HaKI.
- Kantor
Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk, membubuhkan tanda tangan dan
stempel pada permohonan diterima.
(1). Biaya
Paten antara lain terdiri dari :
- Biaya
permohonan paten 12
- Biaya
pemeriksaan substansi paten
- Penulisan
deskripsi, abstrak, gambar
- Biaya lain-lain
(2). Biaya
Merek antara lain terdiri dari :
- Biaya
permohonan merek
- Biaya
perpanjangan merek
- Biaya
pencatatan pengalihan hak merek
- Biaya
lain-lain
2). Usaha
Koperasi dan Usaha Kecil
Responden
yang diwawancarai kebanyakan usaha bergerak dalam lingkungan industri kerajinan
rakyat (industri alat rumah tangga). Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga,
tetangga dan penduduk sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha relatiflamban,
karena modal kecil, usaha turun temurun, kadangkadang produksi berdasarkan
pesanan. Bagi koperasi, jenis usaha
ditekuni
umumnya unit toko dan unit simpan pinjam yang kebanyakan melayani anggotanya.
Ada jenis usaha lain yang didirikan koperasi, tapi belum banyak berkembang,
oleh karena itu
untuk
membiayai usaha tersebut diambilkan dananya dari usaha yang telah maju. Bagi
usaha koperasi pengambilan keputusannya berbeda sekali dengan keputusan diambil
usaha kecil termasuk usaha menengah. Keputusan yang diambil koperasi
berdasarkan kehendak para anggota, disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus koperasi
tidak mempunyai wewenang dalam menentukan kegiatan baru, lebih-lebih kegiatan
tersebut memerlukan biaya-biaya.
Bila pengurus
ingin untuk mendapatkan HaKI, maka pengurus koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari anggota dengan rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik
anggota
dengan
semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang telah disahkan melalui
rapat, sangat penting bagi organisasi koperasi untuk mengetahui hasil kerja
pengurus dalam satu tahun
buku. Didalam
neraca tahunan terlihat apakah suatu koperasi rugi atau untung. Karena lambatnya
keputusan yang diambil harus melalui rapat anggota, bila ada peluang usaha yang
harus
diputuskan
waktu itu juga, tidak dapat diputuskan. Akibatnya koperasi tidak dapat mengambil
peluang usaha. Beberapa orang pengurus dan manager yang ditunjuk mengelola
usaha koperasi,
bukan membuat
keputusan tetapi menjalankan keputusan yang telah ada berdasarkan hasil rapat
anggota. Pengurus mempertanggung jawabkan hasil kerjanya selama tahun buku kepada
rapat anggota, sedangkan manager mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada
pengurus, karena manager diangkat pengurus dalam surat keputusan dengan masa
jabatan telah ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi, baik administrasi 13 organisasi,
administrasi usaha dipertanggung jawabkan pengurus pada akhir tahun buku dalam
rapat anggota tahunan (RAT).
3). Kiat-Kiat
Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat meningkatkan
pemanfaatan penggunana HaKI oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan
peran yang luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah) antara lain
:
(1).
Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2).
Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui Kanwil
Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat
Jenderal HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3). Bagi
daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari Jakarta (luar Jawa),
administrasi pemohon dijamin tidakn mengalami kekeliruan.
(4). Biaya
permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau
kembali.
Penutup
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil
survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata
responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti arti dan pentingnya,
serta prosedur pengajuan administrasi.
2). Rata-rata
responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%). Usaha dikelola
kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang turun-temurun
3). Rata-rata
responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI (52,50%), dan tidak berminat
(45,25%). Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil
jajak pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan, menunggu penyuluhan tentang
HaKI dari pemerintah dan instansi terkait.
2. Saran-Saran
1).
Penyuluhan HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar koperasi, usaha kecil
dan menengah mengetahui arti dan pentingnya HaKI.
2). Biaya
permohonan, biaya administrasi, dan biaya lain-lain agar ditinjau kembali,
termasuk syarat pembayaran. Pembayaran oleh pemohon setelah permohonan
diterima, yang disyahkan Direktorat Jenderal HaKI Jakarta. 14
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,
(1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi,
Direktorat Jenderal BinaLembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous,
(1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9
tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan PengusahaKecil,
Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous,
(2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang
Paten danMerek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”.
Bandung.
Hadi
Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit.
“Andi Offset”,Yogyakarta.
Maulana
Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM
diBidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam
WorkshopPemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek
Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan
TRIP’s. Jakarta.
Nahar
Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas
Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Jakarta.
Singgih
Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik.
PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sugiyono,
(2003). Metode Penelitian Bisnis.
Alfa Beta, Bandung.
Suharto,
Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia
Terbaru. Penerbit
“Indah”.
Surabaya.
Umar
Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak
Hukum di Bidang HaKI Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang.
Disampaikan dalam Workshop
Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang
dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan
Ketentuan TRIP’s. Jakarta.